Judul buku: Pachypodium - Panduan Lengkap Merawat dan Membudidayakan
Pachypodium Anda agar Tumbuh Prima
Jumlah halaman: 126 halaman
Pengarang: Haryo Bagus Handoko
Penerbit : PT. Gramedia Pustaka Utama
Cetakan : Pertama, Agustus 2008

Bisa dibeli di toko-toko buku terdekat di kota Anda.
Available in http://www.gramedia.com & http://togamas.co.id

Pachypodium Tanaman Purba yang Langka nan Eksotis

Tanaman hias Pachypodium sebenarnya pernah populer di Indonesia
sekitar era tahun 1990-an. Namun entah mengapa baru pada awal tahun
2007 minat terhadap tanaman ini kembali marak. Padahal di luar negeri,
sudah lebih dari seratus tahun, para peneliti maupun para hobiis dan
kolektor tanaman langka memburu dan mengkoleksi tanaman yang terancam
punah ini. Pachypodium yang konon dipercaya sudah hidup sejak jutaan
tahun lalu sebelum era jaman kapur, merupakan tanaman yang secara
fleksibel terus berevolusi dan menyesuaikan diri terhadap habitat di
mana ia tumbuh. Sisa tanaman purba yang tetap bisa bertahan hidup dan
lestari hingga sekarang ini telah menarik minat para peneliti maupun
para kolektor tanaman langka sejak akhir abad ke-18. Spesies-spesies
baru Pachypodium terus bermunculan, karena evolusi yang terjadi pada
tanaman ini terus melahirkan spesies-spesies maupun hibrida-hibrida
baru, tidak hanya di habitat aslinya di Madagaskar, namun juga di
berbagai belahan benua di mana tanaman ini dapat tumbuh dan


~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Cara Bergabung di Agromania Business Club (ABC)
(1) Buka: http://www.formulirabc.co.cc
(2) Isi data Anda dengan lengkap dan benar
(3) Tekan tombol Submit Form. Tunggu sebentar
(4) Klik Continue. Anda akan langsung terdaftar
(5) Tunggu berita dari pengelola.
AGROMANIA (online & terpercaya sejak 1 Agustus 2000)
INFO: 0 8 1 1 1 8 5 9 2 9 (SMS ONLY)
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


berevolusi. Konon masih ratusan spesies tanaman Pachypodium yang belum
teridentifikasi maupun terklasifikasi, sementara baru sekitar 25
spesies saja yang dikenal secara luas di dunia. Di Indonesia, yang
baru mengenal tanaman ini sejak era tahun 1990-an, spesies-spesies
yang dibudidayakan masih terbatas (sekitar kurang lebih 15 species
yang beredar/dijumpai di Indonesia) karena kesesuaian syarat tumbuh
maupun terhambat masalah proteksi yang diberlakukan di negara asalnya,
yaitu Madagaskar, maupun negara-negara lain di Afrika Selatan. Walau
demikian beberapa spesies tanaman Pachypodium telah menarik perhatian
para pecinta tanaman hias di Indonesia karena bentuk bonggolnya yang
ditumbuhi duri serta bentuk daun maupun bunganya yang cantik.
Buku yang sederhana ini mencoba mengupas berbagai hal di balik
budidaya dan perawatan tanaman Pachypodium. Kehadiran buku ini
diharapkan dapat menambah wawasan maupun mengobati rasa penasaran para
pecinta Pachypodium untuk mengenal lebih jauh jenis-jenis yang ada dan
belajar lebih banyak mengenai bagaimana cara budidaya dan perawatannya.
Pachypodium merupakan tanaman asli (tanaman endemik) di Pulau
Madagaskar maupun Afrika bagian selatan seperti Angola, Botswana,
Mozambique, Namibia, Afrika Selatan, Swaziland, dan Zimbabwe. Walau
banyak orang menganggap bahwa Pachypodium serupa dengan tanaman
kaktus, dan bahkan ada pula yang menganggapnya tergolong tanaman hias
palem. Beberapa orang Eropa bahkan menjuluki tanaman yang satu ini
dengan sebutan Madagascar palm atau palem dari Madagaskar. Tentu saja
hal ini salah kaprah. Sesungguhnya tanaman hias Pachypodium masih
terhitung kerabat dekat tanaman Adenium. Hal ini karena Family
Apocynaceae memiliki tiga genera (genus) yang dapat digolongkan
sebagai tanaman sukulen, yaitu Adenium, Pachypodium dan Plumeria
(pohon Kamboja). Maka sungguh tak mengherankan bahwa penampakan
morfologis Pachypodium ini mirip sekali dengan Adenium, mulai dari
batang, daun, maupun bunganya, walau secara fisiologis serta dalam
beberapa hal, Pachypodium memiliki sifat khusus yang membedakannya
dengan tanaman Adenium.
Di masa lalu, klasifikasi tanaman Pachypodium sempat menjadi bahan
perdebatan dalam genus mana ia harus digolongkan. Beberapa ahli ada
yang menggolongkan tanaman purba ini dalam genus Echites sementara
yang lain beranggapan bahwa tanaman ini sebaiknya diklasifikasikan
dalam genus yang berbeda atau pun genus yang baru. Akhirnya pada tahun
1830, atas inisiatif Leandley, tanaman ini disepakati untuk
digolongkan sebagai genus yang unik terpisah dari genus Echites, yaitu
genus Pachypodium. Perdebatan masih terus berlanjut seputar
spesies-spesies unik Pachypodium yang ditemukan di belahan selatan
benua Afrika. Pada tahun 1892, Baker menemukan bahwa spesies-spesies
unik sebetulnya lebih banyak ditemukan di sisa pecahan benua kuno,
yaitu di Pulau Madagaskar dan akhirnya penelitian mengenai tanaman
Pachypodium mulai terfokus pada spesies-spesies yang ada di Pulau
Madagaskar sehingga penelitian mengenai Pachypodium mulai terfokus
pada spesies-spesies yang ada di Pulau Madagaskar hingga pada sekitar
tahun 1907, Constantin dan Bois â€" dua orang peneliti tanaman mulai
membuat monograf pertama (peta lokasi habitat dan persebaran
spesies-spesies Pachypodium lengkap dengan klasifikasinya) yang saat
itu sudah ditemukan sekitar 17 spesies Pachypodium, dimana 10 spesies
berasal dari Madagaskar sementara 7 lainnya dari berbagai lokasi yang
ada di benua Afrika. Monograf ini mirip dengan monograf yang pernah
dibuat oleh Alexander von Humboldt, seorang ahli biologi yang pernah
membuat monograf berbagai jenis flora dan fauna yang ada di Pulau
Galapagos, seperti yang pernah dilakukan pula oleh Charles Darwin
untuk berbagai spesies flora dan fauna yang ada di Pulau Galapagos.
Bahkan Pulau Madagaskar dipercaya lebih mempunyai keanekaragaman flora
dan fauna dibanding Pulau Galapagos yang sama-sama merupakan sisa-sisa
peninggalan atau pecahan benua kuno.
Tanaman Pachypodium hadir dengan pesona yang mengagumkan, seakan
merangkum pesona keindahan bunga dan batang Adenium sekaligus pesona
duri unik dari Euphorbia sebagai tanaman hias berduri. Walau sosok
tanaman Pachypodium tampak cantik, namun tanaman ini hanya bisa
difungsikan sebagai tanaman hias dan tidak bisa dimakan, karena
seluruh bagian tanaman, terutama getahnya sangat beracun. Getahnya
yang beracun bisa menimbulkan iritasi pada kulit bila terkena tangan,
dan bahkan bisa menyebabkan kebutaan bila getah tersebut sampai
terkena mata. Getah Pachypodium yang beracun, di Afrika bahkan bisa
dimanfaatkan untuk membalur ujung mata panah atau mata tombak untuk
keperluan berburu. Durinya juga cukup beracun dan dapat menyebabkan
iritasi pada kulit bila tangan kita sampai tertusuk oleh duri
tersebut. Nama Pachypodium sendiri berasal bahasa latin yang berarti
si kaki gemuk (pachy = gemuk , podium = kaki). Semua tanaman
Pachypodium merupakan jenis tanaman sukulen yang batangnya berbonggol
gemuk (pachycaule) serta memiliki duri hampir di sekujur bagian
tubuhnya. Kedua ciri utama ini merupakan adaptasi Pachypodium terhadap
lingkungan habitat aslinya di Afrika yang beriklim gurun (arida) yang
kering, serta bersuhu ekstrim di mana perbedaan suhu antara siang dan
malam sangat fluktuatif. Di Afrika dan Madagaskar, tempat tanaman ini
berasal, Pachypodium biasa tumbuh di bebatuan yang ada di
lereng-lereng pegunungan kapur, atau tebing-tebing cadas berbatuan
granit yang curam, karang terjal, dan bukit atau tebing berbatuan
kuarsa (quartzite). Kemampuan adaptasi secara fleksibel inilah yang
membuat spesies-spesies Pachypodium mampu bertahan hidup dan terus
lestari hingga sekarang sejak jutaan tahun yang lalu (diduga sudah ada
sejak akhir jaman Triasik â€" antara 160 juta hingga 230 juta tahun yang
lalu). Walau begitu, anehnya hingga saat ini belum ditemukan satu pun
fosil spesies tanaman Pachypodium, padahal Pachypodium diduga sudah
ada sejak daratan Afrika dan Pulau Madagaskar bersatu dalam sebuah
benua kuno yang bernama Gondwana di akhir jaman Triasik. Gondwana
adalah sebuah benua kuno berukuran raksasa di mana saat itu benua
Afrika, Pulau Madagaskar, India, benua Amerika bagian selatan, benua
Australia, New Zealand, dan Antartika masih bersatu dalam satu
daratan. Pada saat itu Pulau Madagaskar bersambungan langsung dengan
bagian selatan daratan benua Afrika yang sekarang, dan juga daratan
India yang sekarang merupakan semenanjung India (Peninsular India).
Setelah benua kuno â€" Gondwana, tersebut pecah (yang terjadi pada akhir
jaman Cretaceous / jaman kapur â€" 90 hingga 88 juta tahun yang lalu),
akibat pergerakan lempeng tektonik bumi, Pulau Madagaskar yang saat
itu masih bersatu dengan daratan India serta benua-benua lain seperti
Afrika, Amerika, Australia, dan Antartika memisah. Selama berjuta
tahun, Pulau Madagaskar dan daratan India kuno bersatu dalam benua
kecil (pulau besar) yang terisolir. Hingga akhirnya pada sekitar 88
juta tahun yang lalu, Madagaskar dan India yang tadinya bersatu dalam
satu daratan kemudian memisah. Daratan India kemudian bersatu dengan
benua Asia hingga sekarang. Itulah sebabnya tanaman Pachypodium masih
terus lestari yang bertahan hidup hingga sekarang dan paling banyak
dijumpai tumbuh di Pulau Madagaskar. Tanaman ini telah melewati
berbagai tahap adaptasi dan evolusi selama jutaan tahun hingga tetap
hidup lestari hingga sekarang. Walau banyak orang mengemukakan bahwa
Pachypodium adalah tanaman endemik Afrika dan Pulau Madagaskar, namun
beberapa spesies baru maupun spesies yang belum dikenal, banyak
bertebaran di India, Amerika dan Australia. Hal ini tidak
mengherankan, karena jutaan tahun yang lalu, Afrika, Madagaskar,
India, Amerika dan Australia adalah tergabung dalam satu daratan atau
benua kuno yang bernama Gondwana. Di Afrika dan Madagaskar sendiri
hingga saat ini, masih ratusan jenis Pachypodium liar yang masih belum
dikenal dan juga belum teridentifikasi atau pun diklasifikasi. Jadi
penyebaran tanaman Pachypodium mungkin sudah terjadi sejak jutaan
tahun yang lalu. Itulah sebabnya, spesies-spesies Pachypodium tidak
hanya dijumpai di daratan Afrika dan Pulau Madagaskar saja, namun juga
dijumpai di gurun-gurun pasir yang ada di India, Amerika dan
Australia. Bukan hanya spesies-spesies tanaman saja yang mirip antara
yang ada di Madagaskar dan di India, spesies-spesies hewan yang ada di
Madagaskar, beberapa jenis juga bisa dijumpai di India.
Di masa sekarang, dalam perkembangan selanjutnya, tanaman Pachypodium
kemudian menyebar dari Afrika ke seluruh penjuru dunia, termasuk
Eropa, dan Asia. Di Eropa yang beriklim subtropis, umumnya tanaman ini
dibudidayakan dalam rumah kaca dengan pengaturan mikroklimat dan juga
media tanam yang diatur semirip mungkin dengan habitat aslinya di
Afrika. Pachypodium berasal dari kerabat atau Famili Apocynaceae atau
di beberapa negara barat biasa dikenal dengan kerabat tanaman
Periwinkle (Catharantus roseus). Beberapa tanaman yang berasal dari
famili Apocynaceae dan cukup dikenal antara lain adalah Periwinkle
(Catharantus roseus), Adenium (Adenium sp) atau biasa disebut mawar
gurun / desert rose, kamboja (Plumeria sp) dan Oleander (Oleander sp).
Pachypodium banyak tumbuh dan dijumpai di Benua Afrika dan Pulau
Madagaskar. Di daratan Afrika terdapat 4 spesies utama Pachypodium
yang berasal dari daratan benua Afrika yaitu Pachypodium succulentum,
Pachypodium bispinosum, Pachypodium namaquanum dan Pachypodium lealii.
Juga terdapat pula sebuah subspesies yang dikenal dengan Pachypodium
lealii Saundersii. Semuanya tumbuh dengan baik di bagian selatan benua
Afrika, khususnya di Afrika Selatan. Sedangkan jenis-jenis Pachypodium
yang lain (sekitar 20 spesies) merupakan tanaman asli Pulau
Madagaskar, sebuah pulau kecil yang berdekatan dengan benua Afrika.
Tanaman ini sering disamakan dengan tanaman kaktus, walau tanaman ini
termasuk tanaman sukulen. Memang tanaman kaktus termasuk tanaman
sukulen, tetapi tidak semua tanaman sukulen adalah tanaman kaktus.
Tanaman ini semakin digalakkan budidayanya di habitat aslinya di
Madagaskar mengingat semakin berkurangnya hutan di pulau tersebut
dalam beberapa ratus tahun terakhir, yang mengakibatkan spesies
Pachypodium ini termasuk dalam kategori tanaman langka yang dilindungi
karena hampir punah. Penelitian terhadap tanaman Pachypodium sudah
berjalan sejak lebih dari seratus tahun lalu, di mana pemerintah
Madagaskar telah bekerja sama dengan begitu banyak instansi dan
lembaga penelitian baik di dalam negeri maupun yang berasal dari luar
negeri. Tanaman Pachypodium sendiri bahkan juga digolongkan sebagai
salah satu tanaman langka dunia dan terdaftar dalam appendiks 1 indeks
CITES (The Convention on International Trade in Endangered Species of
Wild Fauna and Flora), yaitu daftar tanaman langka dunia yang dilindungi.
Di Asia, termasuk Indonesia yang beriklim tropis, tanaman ini mulai
dikenal di awal tahun 90-an dan terus dikembangkan hingga saat ini.
Beberapa hobiis tidak hanya mengimpor biji-biji Pachypodium dari
Afrika Selatan melalui Thailand, namun ada pula yang mengimpor
komoditi ini dalam bentuk jadi. Tujuannya tak lain adalah untuk
membudidayakan dan mengintroduksi tanaman ini untuk lebih dikembangkan
di tanah air. Baru pada sekitar awal tahun 2007 mulai banyak para
hobiis dan nurseri-nurseri di Indonesia yang mengimpor biji, maupun
tanaman dewasa Pachypodium berbagai spesies dari Afrika, Thailand,
Jerman, Perancis, Australia dan bahkan dari Amerika, karena tanaman
ini kembali digemari para pecinta tanaman hias. Dalam buku terbaru
yang membahas tentang tanaman Pachypodium ini, akan banyak dijumpai
berbagai informasi terbaru mengenai bagaimana teknik budidaya yang
baik, trik merangsang tanaman Pachypodium agar tumbuh menjadi tanaman
yang kristata maupun varigata, serta trik bagaimana menstimulasi agar
tanaman Pachypodium cepat berbunga. Teknik-teknik rahasia ini belum
pernah dibahas sebelumnya dalam buku-buku yang lain. Hanya buku
Pachypodium terbitan Gramedia Pustaka Utama inilah yang menyajikan
berbagai informasi terlengkap dan terakurat yang bisa Anda dapatkan.
Buku ini bisa diperoleh di toko-toko buku terdekat, terutama di toko
buku Gramedia dan juga toko buku TogaMas.

Kirim email ke