Masalahnya bukan Petaninya nanam Sawit terus makmur, Intinya adalah karena 
petani di Riau punya lahan "PULUHAN HEKTAR", kalo petani di Jawa punya lahan 10 
hektar dan ditanami tebu / padi / kolam ikan, pendapatan mereka bisa berlipat 
dari pendapatan para petani sawit di Riau. Lha kalo di Jawa, untung-untungan 
punya lahan 1 hektar,,,gimana mau makmur..???
  Pembukaan lahan baru menurut saya juga bukan jalan terbaik untuk memperbaiki 
taraf hidup petani, karena kerusakan hutan di Indonesia sudah parah. Yang 
paling bagus, sudah saatnya masyarakat kita diberi ilmu "Teknologi Hasil 
Pertanian", mengolah bahan pertanian menjadi produk jadi yang bisa tahan lama 
dan sehat serta memenuhi standart pasar dunia, dengan demikian harga / nilai 
jual akan terangkat. 
  Salam sukses....
   
  

ennie <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
          Pendapatan petani sawit versus gaji menteri

oleh : Martin Sihombing

Di depan Masjid Nurul Ikhlas, di Desa Buana Bhakti, Kecamatan Kerinci
Kanan, Kabupaten Siak, Riau, Mentan Anton Apriyantono dan petani plasma
PT Asian Agri, saling berhadap-hadapan. Suhu udara saat itu sekitar 35
derajat celsius. Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia
(Apeksindo) Setiono, dengan kemeja batik-yang kerahnya terlihat masih
kaku-berdiri di podium.

Polisi berseragam dan security kebun, berseliweran hingga di depan
masjid. Termasuk petugas dari TNI-AD, dengan baju loreng dan sepatu
lars. Plus sejumlah pria berpakaian sipil dengan handy talky di
pinggang, yang terus menerus mengeluarkan suara krasak...kresek. ..dan
sekali-kali terdengar suara orang memanggil-manggil dari seberang sana.
"Asal Pak Menteri tahu, wajah mereka kini ceria," kata Setiono dari podium.
Namun, dulu, saat pertama kali menjejakkan kaki di Desa Buana Bhakti,
katanya,"Wajah mereka wajah orang kepepet," ujarnya.
"Dulu [1989], banyak masalah. Sebagai peserta PIR-Trans, akibat hanya
dapat jatah beras, rumput disayur," tuturnya.
Kini, saat harga CPO dunia di kisaran US$1.200 per ton, harga kelapa
sawit petani mencapai Rp2.000 per kilogram. "Makanya, kini, wajah mereka
ceria. Dulu [1991] harga sawit Rp100 per kilogram," katanya.
Setiono adalah salah satu petani peserta konsep perkebunan-transmig rasi
yang digagas presiden saat itu, Soeharto, yang dikemas dalam 'baju' Pola
Inti Rakyat Transmigrasi (PIR Trans).

Rata-rata, pendapatan mereka saat ini, Rp20-an juta per bulan. Sugito
Supriadi, peserta PIR Trans asal dari Wonosobo, Jawa Tengah, lahan
sawitnya kini 10 hektare. "Awalnya 2,5 hektare, jatah PIR Trans,"
katanya. Dengan luasan itu, pendapatannya kini, per bulan sekitar Rp20
juta.

"Saya tidak pernah membayangkan punya pendapatan sebanyak itu. Saya
hanya tamatan SD, berasal dari keluarga susah di Jateng," tuturnya.

"Program Pak Harto itu bagus. Tolong dilanjutkan supaya warga semakin
makmur," kata petani plasma lainnya Parjan. Karena itu, dia meminta
Mentan memperjuangkan ke pemerintah agar PIR Trans dilanjutkan.

Dirut PT Asian Agri Semion Tarigan menjelaskan kerja sama perusahaan
dengan petani dimulai pada 1987. "Pelaksanaannya, penuh tantangan,"
tuturnya usai memberikan bantuan pembangunan Masjid Nurul Ikhlas Rp50
juta dan ternak sapi Rp50 juta.

Berkat bantuan berbagai pihak, terutama pemerintah kabupaten dan Pemprov
Riau, kemitraan dengan petani berjalan. Dewasa ini, kemitraan Asian Agri
dengan petani bukan hanya PIR Trans, tetapi juga dengan pola Kredit
Koperasi Primer Anggota (KKPA).

Luas lahan petani binaan Asian Agri di Riau masing-masing 29,6 hektare
dengan jumlah petani sebanyak 14.812 kepala keluarga berupa PIR Trans
dan dengan pola KKPA seluas 6.900 hektare dengan 3.113 kepala keluarga.
"Petani binaan kami semakin dipercaya, diincar bank untuk diberikan
kredit," tuturnya.

Persoalannya, para petani mengeluhkan soal pupuk. Selain harganya
semakin mahal, mendapatkannya pun sulit. "Ini dia," kata Menteri
Pertanian, Anton Apriyantono, di sela-sela dialog dengan petani plasma
perusahaan itu.

Nasib petani perkebunan khususnya yang bertanam kelapa sawit, katanya,
jauh lebih beruntung atau lebih baik daripada petani di lahan tanaman
pangan di Jawa. "Pendapatan Anda, lebih baik dari gaji menteri [Rp19
juta]," ujarnya.

Mentan meminta petani tidak berharap harga pupuk akan turun. Petani
sebaiknya tidak bergantung pada pupuk kimia. "Saatnya menggunakan pupuk
organik," kata Mentan.

Pasalnya, penggunaan pupuk organik, tidak akan menyulitkan petani. Bahan
baku pupuk itu mudah didapatkan petani. Mulai dari sampah tanaman
seperti pelepah dan tandan kosong kelapa sawit hingga kotoran hewan
piaraan, khususnya sapi.

Bahkan, kotoran sapi itu bisa dijadikan biogas yang bisa menggantikan
bahan bakar minyak (BBM) seperti minyak tanah. "Perusahaan inti, seperti
Asian Agri, bisa dan diyakini mampu mengajarkan teknologi pembuatan
pupuk organik kepada plasmanya," katanya.

################ I N F O ##################

CD DIREKTORI BISNIS SAWIT (EDISI 2008 - 2009)
Telah Beredar CD Direktori Bisnis Sawit (Eds 2008-2009). Berisi daftar 
permintaan / penawaran & daftar pembeli / penjual: lahan sawit, perkebunan 
sawit, bibit sawit, minyak sawit, cangkang sawit, bungkil sawit, limbah sawit, 
dan berbagai hal yang berhubungan dengan bisnis kelapa sawit. Harga CD Rp 
200.000,- (Edisi Terbatas).Untuk info jelas, silahkan hubungi AGROMANIA.
CONTOH CD: http://ph.groups.yahoo.com/group/agromania/photos 

AGROMANIA (online sejak 1 Agustus 2000)
SMS AGROMANIA: 0 8 1 1 1 8 5 9 2 9
EMAIL: [EMAIL PROTECTED]
MILIS: http://groups.yahoo.com/group/agromania
AKTIVITAS: http://ph.groups.yahoo.com/group/agromania/photos
REFERENSI: http://groups.yahoo.com/group/agromania/files/
ALAMAT: Jl.Jambu No.53, Pejaten Barat 2, Jaksel 12510
TELP/FAX: ( 0 2 1 ) 7 1 9 9 6 6 0
BERGABUNG: http://groups.yahoo.com/subscribe/agromania

################ I N F O ##################



                           

       

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke