Harga Gabah Naik Jadi Rp 2.000 Tugas Berikut Tata Struktur Pasar
Jakarta, Kompas - Pemerintah memutuskan menaikkan harga pembelian pemerintah atau HPP untuk gabah dan beras. Harga gabah kering panen naik 17,65 persen menjadi Rp 2.000 per kilogram, gabah kering giling Rp 2.575 per kg, dan beras Rp 4.000 per kg. Kenaikan itu berlaku efektif mulai 1 April 2007. Penetapan kebijakan kenaikan HPP itu tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2007 tentang Kebijakan Perberasan. Inpres tersebut merupakan pemutakhiran Inpres No 13/2005, yang sudah dua tahun tidak direvisi, walaupun biaya produksi bahkan biaya hidup petani sudah naik berkali-kali lipat. Pengumuman kenaikan HPP itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Boediono dalam konferensi pers, Sabtu (31/3) di Jakarta. Hadir dalam konferensi itu, antara lain, Menteri Pertanian Anton Apriyantono, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu, dan Direktur Utama Perum Bulog Mustafa Abubakar. Boediono mengatakan, pertimbangan menaikkan HPP gabah dan beras adalah karena adanya perubahan tingkat harga gabah dan beras baru di tingkat petani maupun konsumen, kenaikan biaya produksi padi hingga beras, perkiraan produksi beras nasional meliputi volume produksi dan pola waktu panen. Pertimbangan lainnya, kebijakan sasaran peningkatan stok beras nasional, baik melalui pengadaan dalam negeri maupun luar negeri untuk keperluan beras bagi rakyat miskin (raskin), antisipasi bencana, kondisi darurat, stabilisasi harga, serta mempertimbangkan pasokan beras dalam panen yang akan datang. Memperjelas pernyataan Menko Perekonomian, Menteri Pertanian mengatakan, Inpres No 3/ 2007 itu merupakan harapan semua pihak. Hal itu merupakan bentuk kebijakan harga dan nonharga dari pemerintah yang diharapkan menjadi salah satu instrumen menyejahterakan petani. Dengan kenaikan HPP, sasaran mendasar yang ingin dicapai adalah harga beras nantinya bisa stabil karena Bulog mampu menyerap produksi beras dalam negeri lebih banyak dalam rangka stabilisasi harga. Di sisi lain, petani diharapkan akan semakin bergairah meningkatkan produksi karena ada kepastian harga gabah atau beras. Terkait kebijakan nonharga, pemerintah mendorong dan terus memfasilitasi penggunaan benih padi unggul bersertifikat, pupuk berimbang, dan pengurangan kehilangan pascapanen. Selain itu, pemerintah juga menghambat laju penurunan luasan lahan irigasi teknis, rehabilitasi lahan dengan penghijauan di daerah resapan air, dan rehabilitasi jaringan irigasi utama. "Kebijakan nonharga ini harus dijalankan bersamaan dengan kebijakan harga," katanya. Langsung membeli Mustafa menjelaskan, Bulog akan langsung melakukan pengadaan begitu inpres tersebut efektif. Pemerintah sudah mengalokasikan anggaran pengadaan gabah atau beras yang tertuang dalam APBN Tahun 2007 sebesar Rp 6,46 triliun. Dana itu nilainya setara dengan 1,8 juta ton beras dengan harga pembelian lama. "Dengan kenaikan HPP ini, anggarannya akan disesuaikan dan dimasukkan dalam APBN Perubahan Tahun 2007. Berapa besar kekurangannya belum kami hitung," ujar Mustafa. Ia menyatakan pula, selain menggunakan anggaran pemerintah, pengadaan gabah dan beras juga menggunakan dana komersial bank. Mengenai jumlah pengadaan gabah atau beras itu sendiri disesuaikan dengan kebutuhan beras nasional. Menurut Mustafa, mekanisme pengadaan tetap mengacu pola lama dengan melibatkan mitra usaha (intermediasi) seperti penggilingan dan koperasi tani, selain juga langsung membeli barang dari petani. Hanya saja hal itu akan dilakukan lebih efektif. Praktik ijon yang dapat memperpanjang mata rantai pengadaan akan dipangkas. Mengenai stok beras nasional sendiri, Mustafa mengatakan bahwa cadangan beras pemerintah (CBP) jumlahnya tetap, yaitu 350.000 ton. "Total stok beras nasional ditetapkan 1,5 juta ton dan CBP tetap 350.000 ton," ungkapnya. Menko Perekonomian mengatakan, porsi CBP nantinya akan ditambah secara bertahap. Angka pastinya belum diputuskan, tetapi kemungkinannya volume 1,5 juta ton itu dibagi dua. Secara bertahap cadangan beras pemerintah akan diupayakan sebesar 2 juta ton. Struktur pasar Guru Besar Ilmu Ekonomi Pertanian Universitas Lampung Bustanul Arifin mengatakan, pekerjaan rumah bagi pemerintah dalam jangka pendek adalah bagaimana mengatasi persoalan pembelian gabah atau beras pada saat panen musim gadu. Di mana biasanya harga gabah atau beras berada di atas HPP. Selain itu dalam jangka panjang juga harus memperbaiki struktur pasar beras nasional. "Dalam ilmu perekonomian, keuntungan yang diperoleh masing-masing pelaku ekonomi besarannya harus sebanding dengan jasa yang dia keluarkan. Jangan sampai muncul ketidakadilan, tidak banyak mengeluarkan tenaga tetapi lebih banyak mendapatkan keuntungan," tuturnya. Agar hal itu tidak terjadi, pemerintah harus melakukan langkah perbaikan struktur pasar beras. Caranya, menumbuhkan dan mendorong petani agar ke depan tidak menjual hasil produksinya dalam bentuk gabah kering panen (GKP), tetapi meningkat menjadi gabah kering giling (GKG), atau lebih bagus lagi menjual beras. Kalau ini bisa tercapai, keuntungan yang akan didapat pe- tani akan lebih besar. Dan pada akhirnya kehidupan petani lebih baik dan petani bisa lebih sejahtera. Caranya, pemerintah melakukan penguatan kelompok tani agar petani tidak terus "terjebak" dalam posisi sulit di mana pedagang masuk ke daerah-daerah. Mereka menawarkan modal dan kemudahan bertransaksi. "Struktur pasar ini tidak bisa diperbaiki dalam waktu singkat, harus dilakukan terus-menerus, dengan memberikan kebijakan dalam bentuk kredit atau pengembangan teknologi dan pengetahuan yang bisa mendorong petani maju," katanya. (MAS) SUMBER: Kompas Minggu, 01 April 2007