Kliping Pilihan: Perikanan Indonesia Kewalahan Penuhi Permintaan Dunia

Permintaan dunia terhadap komoditas perikanan Indonesia sangat tinggi
dan membuat Indonesia kewalahan untuk memenuhi

permintaan tersebut, akibatkurangnya bahan baku di Indonesia sendiri.

Dirjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan-Departemen Perikanan dan
Kelautan (DKP), Martani Huseini, di Boston,

Amerika Serikat, mengatakan saat ini permintaan yang sedang tinggi
adalah ikan berdaging putih, yaitu yang berasal

dari air tawar.

Menurut dia, ikan nila (Tilapia) dari Indonesia saat ini dinilai yang
terbaik di dunia, terutama yang berasal dari

Danau Toba, Sumatera Utara.

Ikan asal Danau Toba dinilai sangat berkualitas karena dihasilkan dari
danau yang kedalaman airnya bisa mencapai 50

meter serta suhu di atas dan di kedalaman air hampir sama, sehingga
membuat kualitas ikan menjadi bagus dan sehat.

"Itu yang membedakan, bahwa Ikan Nila dari Indonesia tidak berbau
lumpur," katanya ketika ditemui ANTARA di

sela-sela pameran terbesar perikanan Amerika Serikat di Boston
Convention and Exhibition Center, Boston,

Massachussets.

Ia mengakui bahwa "demand" terhadap ikan nila Indonesia, terutama oleh
pasar AS, sangat tinggi, namun dalam

pemenuhannya Indonesia masih jauh tertinggal oleh sesama negara Asia
lainnya, yaitu Vietnam, China dan Thailand.

"Itu dikarenakan kita termasuk baru dalam mendorong budi daya tambak.
Sekarang ini kami punya proyek untuk Jambi,

Sumatera Selatan dan Riau untuk ikan Catfish, bukan lele. Itu ikan yang
bersungut dan dagingnya putih, sedang

didorong untuk diekspor ke sini. Itu bagus harganya," kata Martani.

Hal senada soal perikanan Indonesia dinyatakan oleh Atase Pertanian KBRI
Washington, Metrawinda Tunus, yang

mengatakan bahwa pasar Amerika sangat terbuka lebar.

Metrawinda mencatat bahwa 80 prosen dari konsumsi makanan laut
masyarakat Amerika berasal dari impor.

"Pasar bukan lagi jadi masalah. Justru yang menjadi masalah bagi
Indonesia adalah kurangnya bahan baku. Kita sangat

perlu mendorong budidaya, karena kalau mengandalkan hasil tangkapan, itu
sangat tergantung dengan kondisi alam,"

katanya kepada ANTARA, Rabu.

Kurangnya bahan baku di Indonesia juga dialami tiga perusahaan perikanan
Indonesia yang ikut berpameran di

"International Boston Seafood Show & Seafood Processing America" di
Boston Convention and Exhibition Center pada

11-14 Maret 2007.

Ketiga perusahaan yang berpameran di "paviliun" Indonesia dan
dikoordinir oleh Departemen Perikanan dan Kelautan itu

adalah PT Kemilau Bintang Timur, PT Dharma Samudera Fishing Industries,
Tbk serta Windika Utama Group, yang

masing-masing sudah merupakan "pemain lama" di pasar Amerika.

Presiden PT Kemilau Bintang Timur, Lalam Sarlam, menyebut ikan kakap
merah (Red Snapper) sebagai komoditas Indonesia

yang paling banyak dicari, namun mengakui bahwa permintaan tinggi
tersebut tidak selalu dapat dipenuhi.

"Red Snapper, ini `ikon` Indonesia. Produk ini dari Indonesia sangat
populer, sumber daya yang jadi andalan

Indonesia. Pesaing-pesaing Indonesia, mereka tidak punya. Benar-benar
anugerah dari alam," katanya.


Pembeli baru

Direktur Perdagangan PT Dharma Samudera Fishing Industries, Tbk, Herman
Sutjiamidjaja mengaku selama mengikuti

pameran, pihaknya banyak mendapatkan pembeli baru.

"Buyer` baru sebenarnya banyak sekali. Hanya di Indonesia, kita
kekurangan bahan bakunya. Kadang-kadang juga,

pembeli Amerika semuanya ingin membeli `item` yang sama yang sedang
`in`. Kita keteteran. Di Indonesia mungkin belum

musim," katanya.

"Sekarang ini, tenggiri, kalau ada 10 kontainer, bisa laku saya jual
hari ini. Tapi sekarang tenggirinya belum ada,"

tambahnya.

Banyaknya pembeli baru yang datang, juga diakui Direktur Pemasaran
Windika Utama Group, Aries Triwibowo.

"Volumenya banyak, termasuk tuna maupun rajungan yang sudah
dipasteurisasi," ujarnya.

Yang menjadi masalah bagi perusahaannya adalah kadang-kadang `buyer` di
Amerika hanya ingin membeli satu macam

produk perikanan.

"Sementara kami tidak bisa demikian, karena kami menjual seluruh isi
kontainer," ujarnya.

Metrawinda Tunus mengatakan, masalah bahan baku pulalah yang membuat
banyak perusahaan-perusahaan perikanan

Indonesia absen dalam berbagai pameran.

"Ada yang mengatakan, kenapa harus ikut pameran, `order` yang ada saja
kadang-kadang terlambat pengirimannya sampai

beberapa bulan karena kurangnya bahan baku," kata Metrawinda.

Menurut catatan, total ekspor perikanan Indonesia ke Amerika Serikat
pada 2006 bernilai 785,97 juta dolar AS, yang

merupakan peningkatan sebesar 7,39 prosen dibandingkan tahun sebelumnya.

Produk ekspor perikanan Indonesia ke AS tahun 2006 meliputi antara lain
udang, `fillet` ikan beku, ikan nila, tuna,

cumi-cumi, ikan bertulang, ikan kering, dan ikan asin. (*)


Sumber: ANTARA

15/03/07 08:45


Kirim email ke