Usahatani jarak pagar tetap tidak layak jika hasil bijinya ditujukan
untuk dijual. Dalam kondisi demikian, produksi jarak pagar lebih baik
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi petani itu sendiri, asalkan
alat pengolah biji jarak menjadi minyak dalam skala rumah tangga telah
dimiliki petani. Hal itu terungkap dalam Seminar yang diselenggarakan
Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian tanggal 13-14
Desember 2006 di Bogor.

Salah satu judul makalah yang dipaparkan dalam seminar tersebut adalah
mengenai "Prospek Pengembangan Sumber Energi Alternatif (Biofuel) Fokus
Pada Jarak Pagar". Dijelaskan bahwa, dunia menghendaki harga BBM yang
murah, dan di masa mendatang diperkirakan akan ada kecenderungan
penurunan harga minyak mentah dunia. Jika hal ini terjadi, maka pihak
yang dapat diandalkan untuk memproduksi biodiesel yang berbahan dasar
jarak pagar adalah perusahaan besar atau koperasi yang dapat
mengusahakan sendiri, mengolah sendiri, dan untuk mencukupi kebutuhannya
sendiri atau dijual jika memungkinkan. Bila produksi biodiesel bisa
dilakukan oleh perusahaan besar tentunya dapat menghemat devisa negara
untuk impor BBM fosil. Disamping itu,  pemanfaatan lahan tidur menjadi
lahan produktif jarak pagar akan berdampak positif pada lingkungan
(berfungsi sebagai penghijauan), penyerapan tenaga kerja pedesaan untuk
kebun jarak pagar dan pabrik biodisel. Kegiatan ini pun dapat merangsang
kegiatan ekonomi pedesaan.

Prinsipnya adalah meningkatkan efisiensi kerja perusahaan melalui
penghematan biaya bahan bakar minyak dengan menghasilkan biji jarak
pagar sendiri, lalu mengolahnya sendiri menjadi biodiesel sendiri, tanpa
menghitung harga biji jarak pagar. Tentunya harus ada kejelasan tentang
pasar dan harga untuk biji jarak pagar kepada petani bila ada yang
tertarik untuk menanam biji jarak di lahan-lahan marginal dari pada
dibiarkan kosong.

Saat ini, pembeli belum mau bergerak karena skala ekonomi belum efisien
yang dikaitkan dengan jumlah produksi bahan baku masih terlalu sedikit
untuk diproses dalam pabrik. Posisi petani juga sangat rentan jika
tiba-tiba harga minyak mentah dunia turun. Siapapun pengusaha yang akan
membeli biji jarak pagar hasil petani, apakah itu BUMN atau swasta,
pasti tidak mau rugi dan sangat memperhitungkan manfaat ekonomi yang
diperolehnya.

Dalam kondisi seperti ini, maka produksi jarak pagar lebih baik
ditujukan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi petani sendiri. Jika harga
minyak mentah dunia turun hingga US$ 60/barel, usahatani jarak pagar
akan terancam rugi. Bahkan bila diberikan subsidi biji jarak 100%,
tingkat rendemen mencapai 35% dan tingkat produktivitas kebun naik 20%,
usahatani tersebut tetap merugi. Hal tersebut disimpulkan dari hasil
penelitian yang dilakukan oleh Prayogo U. Hadi, dkk di empat lokasi,
yaitu Kabupaten Lombok Barat-Nusa Tenggara Barat, Kabupaten
Situbondo-Jawa Timur, Kabupaten Pati-Jawa Tengah dan Kabupaten Ogan
Komering Ilir-Sumatera Selatan.

22-12-2006
http://www.litbang.deptan.go.id





[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke